Lagi, Jampidum Kejagung Setujui 3 Perkara dari Kejati Sumut Dihentikan Penuntutannya dengan Keadilan Restoratif


MEDAN BNN -Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara kembali menghentikan penuntutan 3 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif setelah sebelumnya dilakukan ekspose kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana yang diwakili Direktur TP Oharda pada JAM Pidum Agnes Triani, SH,MH, Koordinator pada JAM Pidum dan pejabat lainnya, Senin (31/7/2023) dari ruang Vicon Lantai 2 Kantor Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan.

Ekspose perkara dari Kejati Sumut diikuti Kajati Sumut Idianto, SH,MH didampingi Wakajati Sumut Drs. Joko Purwanto, SH, Aspidum Luhur Istighfar, SH,M.Hum, Kabag TU, Koordinator, dan para Kasi menyampaikan ekspose perkara secara daring. Dan, kegiatan ekspose juga diikuti Kajari Humbang Hasundutan, Kajari Tanjung Balai Asahan, Kacabjari Deli Serdang diLabuhan Deli, JPU dari perkara yang diekspose.

Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan, SH,MH menyampaikan bahwa hingga akhir Juli 2023, Kejati Sumut sudah menghentikan 72 perkara dengan pendekatan keadilan restoratif.

Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan bahwa Tiga perkra yang disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan keadilan restoratif adalah dari Kejaksaan Negeri Humbang Hasundutan Atas nama tersagka Edwin Simbolon melanggar Pasal 310 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kemudian dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli Atas nama tersangka Bambang Syahputra Als Bembeng melanggar Pasal Pertama 44 Ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Lingkup Rumah Tangga, Atau Kedua melanggar 45 Ayat (1) UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Lingkup Rumah Tangga, Atau Ketiga melanggar Pasal 335 ayat (1) ke 1 KUHP dan perkara dari Kejaksaan Negeri Tanjung Balai Asahan Atas nama tersangka Rizky Syahputra Alias Kotek Pasal 372 Atau 378 KUHPidana.

“Tiga perkara ini disetujui untuk dihentikan dengan pendekatan RJ, dimana tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, tindak pidana diancam dengan pidana penjara dibawah lima tahun; adanya perdamaian antara korban dengan tersangka , dimana tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi kembali,” paparnya.

Kemudian, lanjut Yos penghentian penuntutan dilakukan berdasarkan Perja No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif, artinya di antar tersangka dan korban tidak ada lagi dendam dan telah membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.(BOB /BNN 04)

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *