HKTI Deliserdang Terseret Dugaan Mafia Tanah, Ketuanya Enggan Komentar Soal Keterangan Mahfud MD


,DELISERDANG  BNN – Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) terseret dalam kasus dugaan mafia tanah yang ada di Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang.

Dugan ini mencuat seiring dengan komentar Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkoplohukam), Mahfud MD.

Mahfud MD mengatakan, bahwa di Kabupaten Deliserdang ada mafia tanah yang menguasai lahan milik PTPN II.

Diketahui, bahwa HKTI Deliserdang sempat meributi lahan seluas 464 hektare yang ada di Desa Penara Kebun, Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang.

HKTI Deliserdang sempat meminta agar lahan tersebut dikembalikan kepada petani.

Bahkan, HKTI Deliserdang pernah demo besar-besaran ke Pengadilan Negeri (PN) Lubukpakam pada Januari 2023 lalu.

Ketua HKTI Deliserdang, Erwin Ramadani enggan komentar banyak ketika ditanya mengenai statemen Mahfud MD.

Erwin mengaku belum membaca berita soal pernyataan Mahfud MD tersebut.

“Kalau itu (mafia tanah), coba ke Ketua Sumut saja bang atau Ketua LBH HKTI Anka Wijaya SH. (Kenapa HKTI dibaris terdepan) kalau kami umum, setiap persoalan petani kami hadir. Semua persoalan tanah pertanian dan segala macam kami hadir. Itu sudah perintah Ketum supaya jadi jembatan untuk petani,” kata Erwin, Rabu (19/7/2023).

Disinggung mengenai apakah setiap kasus yang akan didampingi HKTI Deliserdang ada dilakukan penelaahan dan analisa, Erwin kembali meminta awak media bertanya pada LBH HKTI.

“Itu lebih pasnya tanya kepada Ketua LBH supaya menjawab. Karena sudah berkaitan sama hukum kan,” ucap Erwin.

Dari catatan wartawan , saat melakukan aksi di PN Lubukpakam pada Januari 2023 lalu, Erwin termasuk orang yang paling lantang meributi lahan di Desa Penara Kebun tersebut.

Saat itu ada ratusan penggarap yang ikut melakukan demo.

Massa datang mengatasnamakan HKTI, menuntut tiga hal ke PN Lubukpakam.

Tuntutan itu ditulis pada spanduk besar yang kemudian dibentangkan lebar-lebar.

Adapun tiga hal yang menjadi tuntutan itu yakni meminta agar ada kepastian hukum untuk petani Deliserdang.

Kemudian dipinta untuk segera lakukan eksekusi putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor 05/Pdt.G/2011/PN.LP.

Selain itu juga dipinta untuk dihentikan segela perampasan tanah milik petani. Mereka sempat menyinggung agar jangan ada mafia tanah lagi di Deli Serdang.

Ketua LBH HKTI Sumut, Angka Wijaya membantah tudingan-tudingan yang disampaikan oleh Menko Polhukam, Mahfud MD Terkait kasus dugaan mafia tanah yang terjadi di Kecamatan Tanjungmorawa, Kabupaten Deliserdang.

Angka menegaskan tidak ada sponsor dari pihak mana pun terkait kasus ini.

“Tidak ada yang namanya seponsor bang. Ini murni kelompok masyarakat yang menggugat kepemilikan atas tanah yang dimaksud. Dan pengadilan sudah memutuskan status tanah itu melalui putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor: 05/ Pdt.G/ 2011/ PN.LP tanggal 09 September 2011,” kata Angka, Rabu malam.

Ia mengaku tidak sependapat dengan apa yang disampaikan Mahfud MD ke media.

Angka mengatakan, di Indonesia ini semuanya berlandaskan hukum, bukan kekuasaan.

Karena itu, dia sebagai kuasa hukum masyarakat sangat menyayangkan sikap Mahfud MD, yang dinilai tidak mencerminkan seorang menteri dan tidak mengayomi rakyatnya, yang sudah susah payah menempuh jalur hukum sesuai dengan UU untuk mendapatkan kembali hak-haknya atas tanah yang selama ini telah dirampas oleh korporasi perkebunan.

“Kami tidak sepakat dengan komentar pak Mahfud tersebut, dan sangat menyayangkan ada seorang Menko yang jadi juru bicaranya PTPN II, dan kita tidak pernah dimintai pendapat tentang itu,” kata Angka.

Dia mengatakan, LBH HKTI Sumut sebagai kuasa hukum masyarakat sekira tahun 2017 atau 2018 setelah putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam Nomor: 05/ Pdt.G/ 2011/ PN.LP tanggal 09 September 2011 jo Putusan Pengadilan Tinggi Medan Nomor: 437/PDT/2011/PT.Mdn pada Selasa, tanggal 6 Maret 2012 jo putusan Kasasi Mahkamah Agung RI Nomor: 39 K/Pdt/2013 Kamis, tanggal 15 Agustus 2015 jo putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung RI Nomor: 508 PK/PDT/2015, hari Kamis tanggal 18 Februari 2016 telah berkekuatan hukum tetap.

Lulusan Fakultas Hukum UMSU ini menjelaskan, HKTI berada paling depan dalam kasus ini, karena warga saat itu meminta bantuan kepada mereka.

“Sudah pasti kami melakukan telaah lebih dahulu atas kasusnya, dan pada waktu itu putusan pengadilan sudah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap,” kata Angka.

Terkait pernyataan Mahfud yang menyebut akan mengejar kasus pidana dalam kasus di Tanjungmorawa ini, Angka mengatakan sudah ada dua putusan pidana terkait objek perkara itu.

Dalam pidana cepat terkait penyerobotan tanah yang dilakukan PTPN II terhadap tanah perkara manager Penara Kebun atas nama M Syaid Sitompul sudah dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.

Kemudian dari petani atas nama Murachman tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana.

“Itu Putusan terkait tuduhan Pemalsuan surat, artinya tuduhan-tuduhan yang diarahkan kepada masyarakat petani itu tidak terbukti, “ucap Angka yang Angka Alumni S2 USU. (BNN 04).

 

No comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *